31851
Pemotong PPH pasal 21 adalah
setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan. Yang termasuk pemotong PPH Pasal 21 menurut
peraturan Menteri Keuangan nomor 252/KMK.03/2008 adalah :
1.
Pemberi
kerja.
2.
Bendahara/pemegang
kas pemerintah termasuk institusi POLRI/TNI, pemerintah daerah, keduraan besar
RI.
3.
Dana
pensiun, badan penyelenggara Jamsostek dan badan lain yang membayar uang
pensiun.
4.
Orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha.
5.
Penyelenggara
kegiatan yang membayar honorarium dalam bentuk apapun.
Yang tidak mempunyai kewajiban
memotong pajak antara lain :
1.
Kantor
perwakilan negara asing.
2.
Organisasi
internasional.
3.
Orang
pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan mempekerjakan orang pribadi
untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.
Hak-hak pemotong pajak :
a.
Pemotong
pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPH pasal 21. Jumlah kelebihan
tersebut diperhitungkan dengan PPH Pasal 21 yang terutang atas gaji untuk bulan
pada waktu dilakukan penghitungan tahunan.
b.
Pemotong
pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian
SPT PPH pasal 21.
c.
Pemotong
pajak dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak dan permohonan banding
kepada Badan Peradilan Pajak.
Kewajiban pemotong pajak :
a.
Wajib
mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Penyuluhan Pajak
Setempat.
b.
Mengambil
sendiri formulir yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
c.
Menghitung,
memotong, dan menyetorkan PPH pasal 21 di setiap akhir bulan takwim.
d.
Melaporkan
penyetoran PPH pasal 21 dengan menggunakan SPT selambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya.
e.
Memberikan
bukti pemotongan PPH pasal 21.
f.
Memberikan
bukti pemotongan PPH pasal 21 kepada pegawai tetap.
Penerima penghasilan yang
dipotong PPH pasal 21/PPH pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan :
1.
Pegawai.
2.
Penerima
uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun.
3.
Bukan
pegawai yang menerima penghasilan jasa.
4.
Anggota
dewan komisaris.
5.
Mantan
pegawai.
6.
Peserta
kegiatan yang menerima penghasilan dalam suatu kegiatan.
Yang tidak termasuk wajib pajak
PPH pasal 21 :
1.
Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan
orang yang diperbantukan bekerja dan bertempat tinggal dengan syarat bukan WNI.
2.
Pejabat
perwakilan organisasi internasional, bukan WNI, tidak menjalankan usaha
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Hak wajib pajak :
1.
Berhak
meminta bukti pemotongan PPH pasal 21 kepada pemotong pajak.
2.
Berhak
mengajukan surat keberatan kepada Dirjen Pajak.
3.
Berhak
mengajukan permohonan banding.
Yang bukan merupakan objek pajak
PPH pasal 21 :
1.
Pembayaran
asuransi.
2.
Penerimaan
dalam bentuk natura.
3.
Iuran
pensiun.
4.
Zakat.
5.
Beasiswa.
PPH bersifat final artinya
seluruh pajak yang dipungut oleh pemungut dianggap final tanpa harus menunggu
perhitungan dari pihak fiskus. Secara spesifik, pemungutan PPH bersifat final
berarti jumlah pajak yang dibayarkan dalam tahun berjalan melalui pemotongan
tidak dapat dikreditkan dari total PPH terutang. Penghasilan yang dipotong PPH
pasal 21 yang bersifat final :
1.
Uang
pesangon dan uang tebusan pensiun.
2.
Honorarium.
Formula menghitung PPh pasal 21 :
PPh
pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh pasal 17: Rp 0-Rp
50.000.000 >> 5%
Rp 50.000.000-Rp 250.000.000 >> 15%
Rp 250.000.000-Rp 500.000.000 >> 25%
>Rp 500.000.000 >> 30%
Dasar pengenaan dan pemotongan
PPh Pasal 21 :
1.
Penghasilan
kena pajak.
2.
Penghasilan
bruto.
3.
50%
dari penghasilan bruto.
4.
50%
dari jumlah kumulatif penghasilan bruto.
Tarif pajak penghasilan Pasal 21
yang ditetapkan WP yang tidak memiliki NPWP menjadi lebih tinggi 20% daripada
tarif yang ditetapkan untuk WP yang memiliki NPWP.
No comments:
Post a Comment